Sejarah Masjidil Aqsho Kiblat Pertama Umat Muslim

Masjidil Aqsho

Masjidil Aqsa di Yerusalem. © yabiladi.com

Sejarah

Masjidilaqsa atau Masjid Al-Aqsa (bahasa Arab: المسجد الاقصى‎,Al-Masjid Al-Aqsha (bantuan·info), arti harfiah: "masjid terjauh"), juga disebut dengan Baitulmaqdis atau Bait Suci (bahasa Arab: بيت المقدس‎, bahasa Ibrani: בֵּית־הַמִּקְדָּשׁ, Beit HaMikdash), Al Haram Asy Syarif (bahasa Arab: الحرم الشريف‎, al-Ḥaram asy-Syarīf, "Tanah Suci yang Mulia", atau الحرم القدسي الشريف, al-Ḥaram al-Qudsī asy-Syarīf, "Tanah Suci Yerusalem yang Mulia"), Bukit Bait (Suci) (bahasa Ibrani: הַר הַבַּיִת, Har HaBáyit), adalah nama sebuah kompleks seluas 144.000 meter persegi yang berada di Kota Lama Yerusalem. Kompleks ini menjadi tempat yang disucikan oleh umat Islam, Yahudi, dan Kristen. Tempat ini sering dikelirukan dengan Jami' Al-Aqsha atau Masjid Al-Qibli. Jami' Al-Aqsha adalah masjid berkubah biru yang menjadi bagian dari kompleks Masjidilaqsa sebelah selatan, sedangkan Masjidilaqsa sendiri adalah nama dari kompleks tersebut, yang di dalamnya tidak hanya terdiri dari Jami' Al-Aqsha (bangunan berkubah biru) itu sendiri, tetapi juga Kubah Shakhrah (bangunan berkubah emas) dan berbagai situs lainnya.

Dalam sudut pandang umat Muslim, Nabi Muhammad diangkat ke Sidratulmuntaha dalam peristiwa Isra Mikraj dari tempat ini setelah sebelumnya dibawa dari Masjidilharam di Makkah. Masjidilaqsa juga menjadi kiblat umat Islam generasi awal hingga tujuh belas bulan setelah hijrah sampai kemudian dialihkan ke Ka’bah di Masjidilharam.

Sedangkan menurut kepercayaan Yahudi, tempat yang sekarang menjadi Masjidilaqsa juga dipercaya menjadi tempat berdirinya Bait Suci pada masa lalu. Berdasarkan sumber Yahudi, Bait Suci pertama dibangun oleh Sulaiman (Salomo) putra Daud (Daud) pada tahun 957 SM dan dihancurkan Babilonia pada 586 SM. Bait Suci kedua dibangun pada tahun 516 SM dan dihancurkan oleh Kekaisaran Romawi pada tahun 70 M. Umat Yahudi dan Kristen juga percaya bahwa peristiwa Ibrahim (Abraham) yang hendak menyembelih putranya, Ishak, juga dilakukan di tempat ini. Masjidilaqsa juga memiliki kaitan erat dengan para nabi dan tokoh Bani Israel yang juga disucikan dan dihormati dalam ketiga agama.

Pada masa kepemimpinan Dinasti Umayah, para khalifah memerintahkan berbagai pembangunan di kompleks Masjidilaqsa yang kemudian menghasilkan berbagai bangunan yang masih bertahan hingga saat ini, di antaranya adalah Jami' Al-Aqsa dan Kubah Shakhrah. Kubah Shakhrah sendiri diselesaikan pada tahun 692 M, menjadikannya sebagai salah satu bangunan Islam tertua di dunia.

Saat kemenangan umat Kristen pada Perang Salib Pertama pada tahun 1099, pengelolaan Masjidilaqsa lepas dari tangan umat Islam. Jami' Al-Aqsha diubah menjadi istana dan dinamakan Templum Solomonis atau Kuil Sulaiman (Salomo), sedangkan Kubah Shakhrah diubah menjadi gereja dan dinamakan Templum Domini atau Kuil Tuhan. Masjidilaqsa menjadi salah satu lambang penting di Yerusalem dan gambar Kubah Batu tercetak dalam koin yang dikeluarkan oleh Kerajaan Kristen Yerusalem. Masjidilaqsa dikembalikan fungsinya, seperti semula setelah umat Islam berhasil mengambil alih kepemimpinan kompleks ini pada masa Shalahuddin Al-Ayyubi. Setelah itu, umat Islam mengelola Masjidilaqsa sebagai wakaf tanpa gangguan hingga pendudukan Israel atas Yerusalem pada 1967.

Sebagai bagian dari Kota Lama Yerusalem, pihak Israel dan Palestina masing-masing menyatakan sebagai pihak yang lebih berhak dalam mengelola Masjidilaqsa, dan ini menjadi salah satu titik permasalahan utama Konflik Arab-Israel. Untuk menjaga kompleks ini berada dalam status quo, pemerintah Israel menetapkan larangan untuk ibadah bagi umat non-Islam di tempat ini.

Masjidilaqsa adalah tempat suci ketiga umat Islam setelah Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Dalam kepercayaan umat Islam, Masjidilaqsa adalah tempat ibadah tertua di dunia setelah Masjidilharam. Imam Muslim menyampaikan hadis yang diriwayatkan dari Abu Dzar Al-Ghifari:

Saya bertanya kepada Rasulullah saw. mengenai masjid yang mula-mula dibangun di atas bumi ini.
Rasulullah saw. menjawab, "Masjid Al-Haram."
Saya bertanya, "Kemudian masjid mana?"
Rasulullah saw. menjawab, "Masjid Al-Aqsa."
Saya bertanya, "Berapa jarak waktu antara keduanya?"
Rasulullah saw. menjawab, "Empat puluh tahun. Kemudian, seluruh bumi
Allah adalah tempat sujud bagimu. Maka, di manapun kamu mendapati waktu salat, maka salatlah."

Saat kepemimpinan Yerusalem diambil alih umat Islam pada tahun 638, Masjidilaqsa berupa puing-puing dan tempat pembuangan sampah. Umar bin Khattab kemudian memerintahkan pembersihan dan memberi akses pada umat Yahudi ke dalam kompleks tersebut. Tempat ini kemudian dijadikan pusat wilayah Muslim di Yerusalem karena sudah ditinggalkan umat Kristen, untuk menghindari mengganggu wilayah bagian Kristen di Yerusalem. Pada masa-masa selanjutnya, pemerintah Muslim mendirikan beberapa bangunan di kawasan Masjidilaqsa yang dulunya berupa puing-puing tersebut, di antaranya adalah Jami' Al-Aqsha yang berada di bagian selatan kawasan tersebut. Batu Fondasi yang berada di tengah kompleks ditutup dengan bangunan yang kemudian menjadi Kubah Shakhrah (secara harfiah bermakna Kubah Batu).

Maimunah binti Sa’ad dalam hadis tentang berziarah ke Masjidilaqsa menyebutkan, "Ya Nabi Allah, berikan fatwa kepadaku tentang Baitulmaqdis." Nabi bersabda, "Tempat dikumpulkannya dan disebarkannya (manusia). Maka, datangilah ia dan salat di dalamnya karena salat di dalamnya seperti salat 1.000 rakaat di selainnya." Maimunah berkata lagi, "Bagaimana jika aku tidak bisa?" "Maka, berikanlah minyak untuk penerangannya. Barang siapa yang memberikannya maka seolah ia telah mendatanginya." Kompleks ini juga memiliki keterikatan dengan para nabi dan tokoh penting yang juga dihormati dan disucikan oleh umat Islam, seperti Ibrahim (Abraham), Daud (Daud), Sulaiman (Salomo), Zakaria, Yahya (Yohanes Pembaptis), Maryam (Maria), dan Isa (Yesus).

Sejarah penting Masjidilaqsa dalam Islam juga mendapatkan penekanan lebih lanjut, karena umat Islam ketika salat pernah berkiblat ke arah Al-Aqsa selama empat belas atau tujuh belas bulan setelah peristiwa hijrah mereka ke Madinah tahun 624. Menurut Allamah Thabathaba'i, Allah menyiapkan umat Islam untuk perpindahan kiblat tersebut, pertama-tama dengan mengungkapkan kisah tentang Ibrahim dan anaknya Ismail, doa-doa mereka untuk Ka'bah dan Makkah, upaya mereka membangun Baitullah (Ka'bah), serta perintah membersihkannya untuk digunakan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Kemudian diturunkanlah ayat-ayat Al Qur'an yang memerintahkan umat Islam untuk menghadap ke arah Masjidilharam dalam salat mereka.

Perubahan arah kiblat adalah alasan Umar bin Khattab, salah seorang khulafaurasyidin, tidak salat menghadap Batu Fondasi atau Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci ataupun membangun bangunan di sekitarnya; meskipun ketika Umar tiba di sana pada tahun 638, ia mengenali batu tersebut yang diyakini sebagai tempat Muhammad memulai perjalanannya naik ke surga. Hal ini karena berdasarkan yurisprudensi Islam, setelah arah kiblat berpindah, maka Ka'bah di Mekkah telah menjadi lebih penting daripada tempat batu Ash-Shakhrah di Bukit Bait Suci tersebut.

Berdasarkan riwayat-riwayat yang umum dikenal dalam tradisi Islam, Umar memasuki Yerusalem setelah penaklukannya pada tahun 638. Ia diceritakan bercakap-cakap dengan Ka'ab Al-Ahbar, seorang Yahudi yang telah masuk Islam dan ikut datang bersamanya dari Madinah, mengenai tempat terbaik untuk membangun sebuah masjid. Al-Ahbar menyarankan agar masjid dibangun di belakang batu Ash-Shakhrah "... maka seluruh Al-Quds (berada) di depan Anda". Umar menjawab, "Ka'ab, Anda sudah meniru ajaran Yahudi". Namun, segera setelah percakapan ini Umar dengan jubahnya mulai membersihkan tempat yang telah dipenuhi dengan sampah dan puing-puing tersebut. Demikian pula kaum Muslim pengikutnya turut serta membersihkan tempat itu. Umar kemudian mendirikan shalat di tempat yang diyakini sebagai tempat salat Muhammad pada saat Isra Mikraj, dan Umar di tempat itu membacakan ayat-ayat Al-Qur'an dari Surah Sad. Oleh karenanya, berdasarkan riwayat tersebut maka Umar dianggap telah menyucikan kembali situs tersebut sebagai masjid.

Mengingat kesucian Bukit Bait Suci, sebagai tempat yang dipercayai pernah digunakan untuk berdoa oleh Ibrahim, Daud, dan Sulaiman, maka Umar mendirikan sebuah rumah ibadah kecil di sudut sebelah selatan area tersebut. Ia secara berhati-hati menghindarkan agar batu Ash-Shakhrah tidak terletak segaris lurus di antara masjid itu dan Ka'bah, sehingga umat Islam hanya akan menghadap ke arah Makkah saja ketika mereka salat.

Isra Mikraj adalah perjalanan yang dilakukan Muhammad dari Masjidilharam menuju Masjidilaqsa, dan kemudian naik ke surga. Dalam kitab Sahih Bukhari dijelaskan bahwa Muhammad dalam perjalanan tersebut mengendarai Al-Buraq dan setibanya di sana ia salat dua rakaat di Bukit Bait Suci. Setelah usai, malaikat Jibril membawanya naik ke surga, di mana ia bertemu dengan beberapa nabi lainnya, dan kemudian menerima perintah dari Allah yang menetapkan kewajiban bagi umat Islam agar menjalankan salat lima waktu setiap harinya. Ia kemudian kembali ke Makkah.​

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *